aku tidak pernah berharap ada disini. di salah satu kamar rumah sakit Universitas tempat ayahku bekerja dan saudara-saudaraku kuliah.
aku tidak pernah berharap ayahku akan terjatuh dari motor di tengah perjalanan menuju mesjid untuk menunaikan salat jum’at saat berada di kota lain. tulang iganya retak lalu divonis untuk opname selama masa penyembuhan. divonis dokter cantik yg kupaksa melihat namanya dari sela-sela rambut panjangnya pastinya. dr. Herlina tertera di papan namanya. cantik untuk sekelas dokter. senyumnya manis, tapi pernah sekali saat berpapasan dia tak membalas senyumku. mungkin dia tak melihatku.
ah! aku tidak pernah berharap disini. setiap hari harus ke rs, pulang, ke rs, pulang dan seterusnya. makan makanan ayahku yg tidak ia makan. memberinya pispot untuk buang air kecil. mengambilkannya air hangat dan meminumkannya. membuangkan tisu yg dia gunakan untuk menampung lendir dari hidungnya. tangannya sulit untuk bergerak. aku dan ibuku harus banyak bekerja keras membantunya. bahkan selama ayahku di rs, ibuku selalu setia menemaninya. mereka hampir dua minggu tidak menginjakkan kakinya di rumah lagi. mungkin rumahku sangat merindukan mereka atau mereka sangat merindukan rumah. tapi, setauku bukan ini yg mereka inginkan. begitu pula aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar