Laman

Selasa, 11 Agustus 2015

menontonmu

aku senang melihatmu menari di atas panggung
kemudian senang dengan tepuk tangan orang-orang yang menontonmu
tidak peduli dengan pendapat mereka
kamu selalu menjadi yang terbaik di mataku

di balik keringat saat di belakang panggung
ada keringat yang kau cegah di sore-sore sebelumnya
ada lelah yang kau tutupi
dan luka yang kau abaikan

tegap, gemulai, elok
aku bangga punya kamu

aku tahu dibalik sifat pemalu itu, kau rindu atas pengakuan
dulu kau pernah kesepian
dan kini kau senang mendapat perhatian

aku beruntung menjadi salah satu penontonmu

tidak perlu khawatir lipstikmu kurang tebal atau bedakmu tidak membuatmu lebih putih
cahayamu sudah ada bahkan tanpa sanggul
dan percayalah. aku bersedia membeli setiap tiket pertunjukkanmu
jika bersedia akan kusigap keringatmu setiap tetesnya
menghangatkan tanganmu yang mulai dingin
hingga menuntunmu ke panggung tarian-tarianmu
dari belakang aku akan berteriak paling kencang menyebut namamu
karna aku bangga punya kamu.

di sepenggal malam

aku mulai bertanya-tanya.. mengapa lampu di kamar ini sangat terang tapi menggelapkan mataku untuk melihatmu?
aku mencarimu di balik kelopak mataku.
dan memasuki pintu-pintu yang memuntahkan setiap bagian wajahmu.
bergerak kau di balik salah satu pintu yang ingin kuberi gembok tapi malah menjadi salah satu pintu yang tak bisa kututup.
senyummu malah bersembunyi di balik pintu yang nomornya sudah kulupa. bahkan kuncinya tidak pernah ada.
aku mulai bertanya-tanya. tidak adakah lampu untuk lorong-lorong kecil dimana pintu-pintu ini berada?
biar aku lebih jelas menatap ke matamu.
hingga merasa benar-benar sedang menyentuh jemarimu.
berlarian bersama di lorong-lorong yang diterangi tapak kaki kita di belakang.
mencari kunci-kunci pintu yang hilang.
membangun pintu di taman yang luas.
dan kita tidak perlu khawatir tidak akan berjumpa.